Filosofi Jawa - sebagaimana sering diwejangkan orang tua kita, sudah seharusnya kita nJawani
karena kita orang Jawa. Dan saya kira filosofi ini kalau dimaknai lebih dalam,
mempunyai sifat yang universal. Tidak terbatas ditujukan kepada orang Jawa,
tetapi sesuatu yang memang harus dipahami setiap manusia.
Berikut adalah
10 filosofi hidup orang jawa:
- Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya
memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang
bisa kita berikan tentu akan lebih baik)
- Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dhur angkoro (Manusia
hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan
kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
- Suro Diro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala
sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap
bijak, lembut hati dan sabar)
- Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo
Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondho (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang
tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan
kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari
kebendaan)
- Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
(Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih
manakala kehilangan sesuatu).
- Aja Gumunan, Aja Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman
(Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah
terkejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
- Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan
Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk
memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
- Ojo Keminter Mundak Keblinger, Ojo Cidra Mundak Ciloko
(Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jangan suka berbuat
curang agar tidak celaka).
- Ojo Milik Barang Kang elok, Aja Mangro Mundak Kendo
(Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan
berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
- Ojo Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok
besar, sok sakti) Dengan “nJowo” filosofi diatas mudah-mudahan bisa
menjadi kendaran pengejaran makanan bathin untuk mengejar pencapaian
hubungan yang harmonis antara Kawula dan Sang Khalik (Jumbuhing Kawulo
Gusti).
Tidak ada
salahnya memahami Filosofi Jawa yang dinilai sebagai hal kuno dan ketinggalan
jaman. Karena filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Dengan
harapan warisan budaya pemikiran orang Jawa ini mampu menambah wawasan kebijaksanaan
kita. Siap-siap dibilang “Wong Jowo sing ora njawani? nJowo ora kowe???
0 comments:
Post a Comment